SEMINARI WACANA BHAKTI
  • HOME
  • ABOUT
  • GALLERY
  • VIDEO
  • CONTACT

                                                              Sejarah Singkat Seminari Menengah Wacana Bhakti ​


Rencana pendirian Seminari Menengah Wacana Bhakti sudah dimulai sejak almarhum Mgr. A.  Djajaseputra SJ, yang saat itu menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta. Beliau membeli tanah seluas 3 hektar lebih di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan.
Pada tanggal 31 Desember 1980, 
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) mengajukan permohonan untuk mendirikan sebuah seminari
menengah di Jakarta. Izin pendirian seminari menengah ini akhirnya disetujui setelah menunggu selama 5 tahun. Setelah mendapatkan izin, dibentuklah panitia pembangunan Seminari Menengah Wacana Bhakti (SMWB). Pembangungan seminari selesai pada tahun 1987, dan diresmikan pada tanggal 3 November 1988 oleh almarhum Mgr. Leo Soekoto SJ, Uskup Agung Jakarta.

Kata “Wacana Bhakti” berarti “mengabdikan diri pada Sabda Tuhan atau Panggilan Tuhan”. Seminari Menengah Wacana Bhakti adalah tempat persemaian benih-benih panggilan khusus seminaris (calon imam) untuk menjadi seorang imam dan biarawan. Pendidikan bagi para seminaris sejak awal dipercayakan kepada Serikat Yesus (SJ) yang telah berpengalaman dalam bidang pendidikan Seminari.

Keuskupan Agung Jakarta memikirkan bahwa jika hanya mendirikan sebuah Seminari Menengah tentunya akan memakan biaya yang cukup tinggi. Maka didirikan sebuah yayasan, yakni Yayasan Seminari Wacana Bhakti yang mengurusi Seminari Menengah Wacana Bhakti sekaligus SMA Gonzaga (angkatan pertama SMA masih menggunakan nama Kanisius Unit Selatan, baru pada tahun 1989 nama SMA Gonzaga digunakan sebagai nama sekolah).  Seminari Menengah Wacana Bhakti menampung dan mendidik para calon imam di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena itu di kelas satu, dua dan tiga mereka mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Atas Gonzaga. Jadi, pada tahun 1987 s/d 1996 seminaris lulusan SMP hanya mengenyam pendidikan seminari 3 tahun dan untuk lulusan SMA (program KPA) 1 tahun. Pada tahun 1997, lulusan SMP mulai diperkenalkan program KPP (Kelas Persiapan Pertama) selama setahun dengan maksud memantapkan pembentukan kepribadian serta matrikulasi pelajaran SMP sebagai persiapan memasuki SMA Gonzaga (3 tahun), dan program KPA tetap 1 tahun.

Seminari Menengah Wacana Bhakti adalah sebuah model seminari menengah yang terbuka. Mulai tahun 1990, sekolah Gonzaga mulai menerima siswa putri, untuk memberikan nuansa pergaulan para remaja yang wajar bagi para seminaris. Para seminaris sendiri diharapkan agar tidak menjadi canggung bertegur sapa dengan medan pelayanan imamat kelak karena mereka pun harus berhadapan dengan kedua jenis kelamin secara wajar. Berkat kerja keras Pater J. Drost, SJ, sebagai Rektor Seminari dan Kepala Sekolah bersama seluruh staf pengajar dan karyawan, pada tahun ajaran keempat, tepatnya 9 Januari 1991, Sekolah Gonzaga mendapatkan status disamakan dari pemerintah.

Berikut ini adalah susunan rektor dari tahun pertama didirikan sampai dengan sekarang. 


1987 - 1993              : P. J Drost, SJ 
1993 - 1999              : P. Basilius Soedibja, SJ         
1999 - 2000             :  Pjs. Alb. Sadhyoko Raharjo, SJ    
2000 - 2004            :  P. A. Adji Prabowo, Pr
2004 - 2010             :  P. Y. Rudiyanto, SJ
2010 – 2016              :  P. Th. S. Sarjumunarsa, SJ
2016 – Sekarang     :  RD. Andy Gunardi

Picture

Arti Nama dan Lambang

                                                                Arti Lambang

Dalam logo ini tampak jelas huruf W dan B sebagai huruf awal Wacana dan Bhakti.
Wacana (bahasa Sansekerta) berarti: kata, sabda, panggilan. Sedang Bhakti (Sansekerta) artinya berbakti, mengabdikan diri.
​
Tanda Salib menggambarkan Allah yang menjadi manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus.

Logo ini juga melukiskan sebuah kuncup bunga yang mulai mekar. Lingkaran menggambarkan dunia, umat dan medan karya Keuskupan Agung Jakarta.
 
Maksud logo ini secara keseluruhan

 
Seminari ingin mengabdikan diri kepada panggilan Allah, agar para seminaris belajar mendengarkan dan memperkembangkan panggilanNya. Para seminaris ibarat kuncup bunga yang mulai berkembang, dengan harapan agar bunga ini kelak menjadi buah yang siap diutus mengikuti panggilan Allah dalam diri Yesus Kristus yang mewartakan Sabda Allah kepada umat dan dunia. Dengan dukungan umat, kuncup bunga akhirnya menjadi buah. Dengan demikian Nampak bahwa umat juga mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kuncup tersebut.

​Ide logo ini dirumuskan oleh Rm. JB. Martasudjita, SJ (Pimpinan Proyek Seminari), diolah oleh Ir. Wanda dan Ir. Basuki (arsitek yang merencanakan Seminari) dan digambar oleh Studio Sebelas Jakarta.

VISI DAN MISI

A. Visi
 
Membentuk pemimpin Gereja masa depan yang memiliki keunggulan, kompetensi, tanggung jawab, sikap terbuka, dan daya integratif dengan semangat pelayanan dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan, dijiwai hati nurani yang luhur dalam terang kristiani.
 
B. Misi
  1. Pembinaan iman dan hidup kristiani
  2. Mengembangkan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai kehidupan, melalui latihan rohani
  3. Menanamkan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehari-hari
  4. Pembinaan untuk menanggapi panggilan menjadi biarawan atau imam.
  5. Mengembangkan pribadi dewasa dan utuh,  melalui pengalaman berelasi, refleksi, aksi dan evaluasi secara berkelanjutan (on going formation)
  6. Pembinaan intelektual akademis
  7. Membina sikap terbuka dan suka berdialog
  8. Memupuk kepedulian sosial
  9. Pembinaan semangat merasul

                                                                                          SWB dan ‘ArDas ‘ KAJ

Tujuan utama Seminari Menengah Wacana Bhakti adalah mempersiapkan kaum muda yang merasa memiliki panggilan menjadi imam dan biarawan supaya di kemudian hari dapat melayani kebutuhan-kebutuhan Gereja Kudus, khususnya di Keuskupan Agung Jakarta (Pedoman Pembinaan Seminari Menengah Wacana Bhakti, Keuskupan Agung Jakarat, hlm. 1).
Bertolak dari pernyataan tentang konteks pembinaan Seminari Menengah Wacana Bhakti, kita menyadari kehadiran Seminari Menengah Wacana Bhakti tidak akan pernah dapat lepas dari hubungan eratnya dengan Keuskupan Agung Jakarta. Demikian juga dengan konteks pembinaannya, tidak akan pernah jauh dari visi-misi Keuskupan Agung Jakarta, yang tertuang dalam rumusan ArDas (Arah Dasar) Pastoral Keuskupan Agung Jakarta Tahun 2015-2020, mengingat bahwa kehadiran Seminari Menengah Wacana Bhakti pertama-tama adalah untuk mempersiapkan kaum muda yang merasa terpanggil menjadi imam agar cakap melayani kebutuhan Gereja Kudus, khususnya Keuskupan Agung Jakarta.

1. Konsentrasi ‘ArDas’

Dalam rumusan Arah Dasar yang disosialisasikan secara luas (diketahui oleh umat, entah dipahami atau tidak), jelas disebut bahwa Gereja KAJ bercita-cita untuk memperdalam imannya akan Yesus Kristus dan terlibat dalam pelayanan kasih di tengah masyarakat. Secara lebih spesifik, umat berkehendak untuk menghayati dan meneruskan nilai-nilai Injili, ajaran dan Tradisi Gereja Katolik, lewat berbagai kegiatan. Juga, dalam pelayanan kasih, umat berkehendak melibatkan diri dalam berbagai permasalahan sosial, terutama kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup serta intolerasi dalam hidup bersama.
Concern Keuskupan Agung Jakarta tersebut juga telah menyiratkan, bahkan secara gamblang, situasi aktual dari Jakarta yang penuh pergolakan (masalah).

2. Situasi Aktual Seminari Menengah Wacana Bhakti

            Seminari Menengah Wacana Bhakti (selanjutnya akan disingkat SWB), seperti disebutkan diawal, adalah bagian tak terpisahkan dari KAJ. Dari sebab itu, apa yang dialami KAJ sesungguhnya dialami juga oleh SWB, meski dalam kapasitas yang berbeda.
            SWB mengalami kehidupan miniatur Jakarta. Model seminari yang terbuka adalah bukti bahwa SWB (bahkan sebelum ada ArDas 2011-2015) telah berusaha mencari solusi bagi permasalahan krusial imam-imam yang berkarya di kota-kota besar. Bahkan sejak pendiriannya, SWB lewat para perintisnya telah menerawang masa depan KAJ dalam terang Roh Kudus, sehingga SWB tetap eksis dan kontekstual bagi KAJ.
            Seminaris Wacana Bhakti sebagai calon imam di tingkat persiapan awal, dalam kapasitasnya sebagai pelajar SMA secara penuh mengikuti kurikulum pendidikan Kolese Gonzaga, yang di dalamnya terdapat begitu banyak peserta didik dari kalangan umum. Sedari sekolah seminaris dari SWB dibiasakan dengan relasi yang universal, tidak dibatasi suku, agama, kelas sosial, dan jenis kelamin.
Medan keberagaman di SMA Kolese Gonzaga, yang menjadi ‘makanan sehari-hari’ para seminaris sesungguhnya merupakan tantangan unik yang patut dibanggakan. Unik karena seminaris ditantang untuk dapat memposisikan dirinya secara kontekstual. Seminaris dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka bukan remaja biasa. Seminaris dipanggil untuk mengikuti Tuhan dengan cara yang khas. Seminaris dituntut untuk senantiasa berada di garis depan pertentangan nilai dan mentalitas Jakarta (yang ditemukan dalam komunitas Kolese Gonzaga) dengan segala konsekuensinya. Alasan-alasan unik itulah yang membuat para seminaris SWB patut berbangga diri, bermegah dalam Tuhan. Karena dalam keterbatasannya sebagai manusia muda, para seminaris diberi kesempatan untuk menjadi instrumentum cum Deo, menjadi alat bagi Tuhan.

3. Beberapa Tantangan 

 Dalam praktiknya, proses pembinaan yang tidak konvensional di SWB tetap menghadapi tantangan yang konvesional. Ditengah dinamika yang penuh tegangan di SWB dan Gonzaga hadir beberapa tantangan yang menarik untuk selalu dipertimbangkan:
Sikap terbuka: Mengandaikan kedewasaan yang matang dan seimbang. Sikap terbuka mengandung resiko tersakiti dan terlukai. Karena begitu terbukanya seminari ini, sejak awal para seminaris sudah dihadapkan pada kemungkinan untuk mengalami sakit dan terluka. Di sini peran para formator sebagai pendamping menjadi sangat penting. Kehadiran dan keterlibatan para formator dalam pendampingan menjadi hal yang krusial dan tidak boleh mengalami kekosongan, karena resiko “kecolongan” sangat tinggi. Panggilan imamat membutuhkan lahan kerohanian yang subur: alturis dan sentire  cum Ecclesia (sepaham/ sejalan dengan (ajaran) Gereja). Gaya hidup dan mentalitas metropolitan sulit untuk menyediakan lahan subur tersebut. SWB dalam hubungannya dengan SMA Kolese Gonzaga, perlu terus berjalan secara beriringan.  Perubahan pesat dalam bidang sosial yang terjadi di Gonzaga harus selalu siap dihadapi oleh SWB. Dari sebab itu, SWB harus selalu siap untuk mempertahankan diri agar tidak jatuh pada mentalitas yang melemahkan panggilan hidup menuju imamat. Kondisi hedonik pergaulan SMA secara sadar perlu dihadapi dengan kebijaksanaan. Kecenderungan umum yang universal, semakin sedikitnya minat menjadi imam dan biarawan (serta biarawati). Meski demikian, standar kualitas yang dituntut tidak pernah turun. Saringan masuk SWB tetap ketat dan berstandar tinggi. Jumlah yang diterima sedikit, menyebabkan biaya yang tidak murah yang harus ditanggung sedikit orang.  
Satu tantangan lagi, tantangan yang khusus dihadapi di SWB. Kondisi riil SWB dan SMA Kolese Gonzaga sebagai dua lembaga di bawah satu payung yayasan: perkembangan kedua lembaga ini tidak bisa dan tidak boleh sampai timpang. Perlu sekali adanya kepekaan: sejauh mana Gonzaga dikembangkan tanpa meninggalkan seminari dan sebaliknya, Seminari membantu perkembangan dari SMA Kolese Gonzaga. Nilai-nilai yang menjadi keunggulan Kolese jangan sampai dikesampingkan demi keunggulan akademis dan ekonomis semata, juga dari omong-kosong belaka.

4. SWB: Usahanya untuk Ikut Serta dalam Implementasi ArDas

            Bertolak dari kondisi aktual dan tantangan-tantangan yang dihadapi, jelas sudah bahwa medan karya SWB bukan lahan yang mudah untuk ‘digarap.’ Tantangan-tantangan umum setiap seminari didapati di SWB, lebih dari itu tantangan khas SWB-pun ada. SWB adalah seminari ‘metropolitan.’ Hal yang serupa ditemukan dalam realita kehidupan menggereja Keuskupan Agung Jakarta. KAJ adalah Keuskupan Metropolit yang benar-benar metropolitan. Dengan ArDas yang dicanangkannya, KAJ berkehendak untuk menjadi benar-benar ‘Gereja yang hidup’ di Jakarta.
            SWB, dalam kapasitasnya sebagai lembaga pendidikan calon imam di tingkat menengah ikut ambil bagian dalam pelaksanaan ArDas tersebut. Disebutkan dalam rumusannya: menjalankan kaderisasi dan pendampingan berkelanjutan bagi para pelayan pastoral.
            Rumusan tersebut memang tidak secara eksplisit menunjuk pada pendidikan calon imam. Kaderisasi lebih menunjuk pada pembinaan umat untuk memperkokoh keberlangsungan komunitas basis (keluarga, territorial dan kategorial) serta paroki. Meski demikian, kata pelayan pastoral sendiri tidak bisa tidak, terkait dengan para pastornya dan calon pastornya. Karena Gereja, sebagaimanapun juga, memerlukan gembala (pastor) sebagai pemimpin rohani dan komunitasnya, pengajar kebenaran iman dan saksi hidup iman itu sendiri.
            Perlu diketahui bahwa secara umum setiap seminari menerapkan kurikulum yang bertujuan untuk mencetak kader-kader yang berkualitas bagi Gereja di zamannya. Seperti dijelaskan panjang lebar dalam keseluruhan Pastores Dabo Vobis, Anjuran Apostolik mengenai pembinaan imam di zaman sekarang, kesesuaian dengan keperluan dan keadaan zaman sungguh menjadi tuntutan kualitas bagi imam dan calon-calonnya.

Secara khusus, untuk ikut serta dalam implementasi ArDas, SWB menerapkan kurikulum pendidikan calon imam yang pada akhirnya akan menghasilkan kader-kader yang kontekstual dengan keadaan dan kebutuhan KAJ dan Jakarta itu sendiri.
Pembentukan seminaris sebagai pribadi yang kontekstual bagi Gereja (secara khusus KAJ), hadir dalam empat keutamaan hidup, empat pilar utama kehidupan Seminaris yang dikenal sebagai 4S. Sanctitas (hidup rohani), Scientia (hidup studi), Sanitas (hidup sehat), Societas (hidup berkomunitas). Tiga S yang pertama, diterapkan disemua seminari yang ada di dunia. Persyaratan mutlak sebagai calon imam: keunggulan spiritual, keunggulan intelektual dan keunggulan kualitas hidup (kesehatan). 4S sendiri, dalam menyusunannya memiliki dasar biblis yang kuat, mengingat bahwa 4S sendiri merupakan pengembangan cara untuk menghayati tiga nasihat injil: Ketaatan, kemiskinan dan kemurnian.
Khusus, yang membedakan asrama seminari dengan asrama lain, adalah kehadiran S yang pertama,
    - Sanctitas. Kehidupan rohani yang unggul menjadi pokok pembinaan para calon imam. Dengan keunggulan spiritual/ rohani, diharapkan para calon imam itu sendiri dengan sadar menerima dan mengimani benar, iman yang ia anut, sehingga dalam praktiknya nanti, dapat menjadi saksi, pembela dan pewarta iman.
      - Scientia dan Sanitas pada dasarnya adalah tujuan setiap pendidikan di asrama. Dalam konteks seminari, keduanya diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan para imam (pelayan pastoral).
        - Societas. Kehadiran keutamaan  hidup yang keempat ini menjadi keistimewaan dan kebanggan bagi SWB. Meski “ya” di setiap seminari dan asrama dinamika kehidupan sebagai komunitas nampak, namun di SWB kehadiran keutamaan ini menjadi sangat istimewa. Keutamaan Societas di SWB mengarah pada keunggulan kemasyarakatan. Pembinaan dan pendampingan dalam hidup berkomunitas di SWB tidak akan mungkin tanpa adanya konsep seminari terbuka. Di SWB hadir iklim komunitas yang benar-benar intim dan dinamis. Relasi yang begitu terbuka, menuntut para seminaris untuk menjadi seminaris yang fleksibel dan luwes dalam pergaulan. Tidak canggung untuk bergabung dengan komunitas apapun, dapat menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi, sekaligus memiliki kepekaan terhadap rasa dan perasaan.

Pembatasan jumlah seminaris di SWB juga memungkinkan iklim pendidikan hidup berkomunitas menjadi efektif. Jumlah yang sedikit (bukan semata-mata karena kurang peminat) mengandaikan keintiman hubungan dan semakin besarnya resiko pertentangan dan bahkan konflik.

Dengan jumlah yang sedikit dan wilayah yang tidak terlalu besar, SWB ideal baik bagi para seminarisnya untuk saling belajar dan berbagi, tidak hanya dengan rekan seangkatan, melainkan secara menyeluruh, tanpa batasan tingkat. Demikian pada akhirnya Seminaris menjadi pribadi yang umumnya: toleran, cerdas dan tidak kaku (luwes/fleksibel). Keluwesan: “santai” dalam pergaulan menjadi keunggulan seminaris SWB. Fleksibilitas berelasi ini, diakui secara umum sebagai kendala yang dihadapi Gereja. Sebagai orang yang disucikan, para imam kerap jatuh pada ketakutan akan kontaminasi ‘duniawi,’ bila secara bebas berelasi dengan umatnya. Persepsi yang sungguh keliru dan fatal, memecah belah Gereja, menciptakan gap antara gembala dan dombanya. Persepsi yang harus diubah. Di zaman ini, sosok imam yang ideal bukanlah imam yang eksklusif, melainkan imam yang inklusif, merakyat, memasyarakat, berani berkotor-kotor untuk mengurusi permasalahan sosial yang tidak melulu rohani, serta memiliki pendekatan afektif (peka terhadap rasa) dalam pelaksanaanya. Imam zaman ini tidak melulu berkutat pada hal-hal ilahiah saja. Kualitas inilah yang diakomidasi oleh SWB.
​
5. Penutup
Dengan 4S, SWB mengambil bagian dalam implementasi ArDas. Mengkader kaum muda untuk semakin menghayati iman dan agamanya, serta membawanya pada konkritisasi. Keprihatinan KAJ (kemiskinan/kesenjangan sosial, kerusakan lingkungan hidup, intoleransi) yang juga menjadi keprihatian SWB secara nyata diperjuangkan pemecahannya dalam kehidupan sehari-hari para seminaris yang sangat dekat dengan ‘dunia’ profan (dinamika pergaulan SMA), dunia yang bermental metropolitan. Gereja, lewat SWB membentuk para seminarisnya menjadi seminaris yang kontekstual bagi Gereja di zaman ini, kontekstual bagi KAJ.
Jadi, kiranya, hal-hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bersama seluruh komponen Gereja Keuskupan Agung Jakarta untuk bersama-sama memperjuangkan eksistensi dan keberlangsungan seminari menengah yang paling lama bertahan di KAJ ini. Agar, ArDas pun, tidak melewatkan aspek krusial yang mempertaruhkan denyut kehidupan menggereja, pembinaan calon imamnya. ArDas pada akhirnya dapat terpenuhi dengan sepenuh-penuhnya.
 
Referensi:
Pedoman Pembinaan Seminari Menengah Wacana Bhakti Keuskupan Agung Jakarta, 2012
Yohanes Paulus II: Pastores Dabo Vobis. Anjuran Apostolik tentang Pembinaan Imam dalam Situasi Zaman Sekarang, 1992. DOKPEN KWI: 1992
Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta Tahun 2011-2015

We Would Love to Have You Visit Soon!

Hours

M-F: 8am - 15pm

WhatsApp

+62812-90437541

Website                                       

 www.seminariwacanabhakti.com          
  • HOME
  • ABOUT
  • GALLERY
  • VIDEO
  • CONTACT